Senin, 25 Juni 2012

Heri Tatto, Modifikator Motor Ekstrem Handal : Bangga Bawa Nama Banjarnegara

Heri Tatto saat memodifikasi salah satu motor ekstremnya
Nama lengkapnya sebenarnya Heri Sutrimo (37 th), pria beranak dua asli Kampung Rejasa, kelurahan Rejasa, kecamatan Madukara. Tapi karena hampir seluruh badanya dipenuhi Tatto akhirnya rekan-rekanya menujulukinya Heri Tatto. Julukan ini justru kemudian lebih popular sebagai nama professionalnya saat menekuni pekerjaan airbrush yang ditekuninya hingga kini.
“Saya mulai belajar airbrush secara otodidak sejak kelas 2 SMA. Kira-kira tahun 1994” kata Heri, Rabu (06/06), mengisahkan awal mula menekuni airbrush.
Waktu itu, sambungnya, di Banjarnegara hanya ada satu tukang airbrush di Lempong, Krandegan. Dalam pandangan saya, keterampilan airbrush sangat menarik dan luar biasa sehingga mendorong saya pengin bisa. Setiap hari saya maen ke sana dan mengamati sejak awal bagaimana proses pengerjaannya. “Selalu saja saya heran, kemarin motor baru dicat tahu-tahu esoknya sudah digambari dengan gambar-gambar yang sangat menarik. Ini bagaimana caranya” katanya.
Saya pikir, kalau terus hanya mengamati kapan bisanya. Saya harus nekad memulai bila ingin bisa. Apalagi waktu itu saya telah menikah muda dan belum punya pekerjaan tetap. “Maka dengan modal kalung dan gelang milik istri yang saya gadaikan, saya membeli peralatan air brush. Sementara untuk kompresor, saya masih pinjam milik teman” katanya.
Pelanggan pertamanya datang dari Gunung Giana, Madukara, yang mengecatkan Mobilnya. Perlahan dari promosi getok tular antar teman dan pelanggan yang dilayaninya, usaha yang berawal dari upaya nekadnya tersebut mulai berkembang dan berjalan dengan baik.

Awal Mula Menekuni Modifikasi Motor
Pada sekitar tahun 2005-an, kata Heri, Ia kedatangan pelanggan yang masih satu desa dengannya yaitu dari dusun Legok. Ia habis membeli motor Honda Astrea 800 lawas dan minta dicat ulang agar penampilannya menarik. Kebetulan saat itu, Ia tengah getol-getolnya membaca majalah motor luar negeri hadiah dari pamannya. “Majalah luar negeri tersebut, berisi banyak gambar motor-motor modifikasi ekstrem. Nah, saya tertarik untuk mencoba membuatnya, namun dengan gaya saya” katanya.
Waktu pemilik motor saya tawari bagaimana jika motornya saya ubah menjadi bergaya ekstrem tidak hanya mengecat saja. “Tak disangka, ternyata pelanggan menyetujui. Maka modifikasi itu menjadi motor modifikasi yang pertama saya buat” katanya.
Sedangkan yang saya maksud dengan gaya saya, sambungnya, adalah saya meniru model ekstrem di majalah namun tidak persis sama. Saya gabungkan sejumlah model ke dalam kreasi saya. Kadang masih tambahi dengan kreasi sendiri yang muncul saat mengerjakannya. Baik karena muncul ide untuk membuat model sendiri, menyesuaikan dengan model kendaraan yang saya garap, maupun menyesuaikan dengan ketersediaan bahan.
“Untuk kreasi ini ide dan bahan bisa datang dari mana saja. Dari mengelupas shocbreker, memlintir jeruji, menggunaan piringan sepeda, lampu sepeda, membuat tangki bahan bakar sendiri, menggunakan ban motor yang lebih besar, membuat stang tinggi, dan seterusnya” katanya.
Akhirnya motor modifikasi pertama saya itu jadi. Namun karena ada yang suka, oleh pemiliknya motor itu dijual lagi dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sebagai pembuatnya, kata Heri, saya juga bangga karena ternyata ada orang yang menghargai lebih kreasi saya. “Sejak itu, saya mulai ketagihan untuk memodifikasi motor ekstrem. Saya minta orang tua untuk membelikan motor lawas, saya bongkar, lalu saya modifikasi sendiri” katanya.

Bawa Nama Harum Banjarnegara
Awal mula saya ikut kejuaraan pada sekitar tahun 2007-an. Itupun lebih karena tidak sengaja dan bukan karena kemauan saya sendiri. Saat itu ada kejuaraan modifikasi di Purwokerto. Kebetulan waktu itu saya lagi punya motor modifikasi sendiri yang saya buat dari motor jenis Honda Astrea 800. Melihat adanya peluang, teman-teman mendorong saya untuk ikut. Kata teman-teman motor saya layak lomba dan lagian ada lomba untuk kategori ekstrem.
“Terus terang waktu itu saya tidak Percaya diri. Ing ngatase saya yang dari kampung dan hanya belajar modifikasi sendiri kok mau ikut lomba. Namum teman memaksa terus, jadi motornya saya ikhlaskan untuk ikut, namun saya tetap di rumah. Yang ikut lomba teman saya tapi atas nama saya” katanya.
Tak disangka, motor saya keluar jadi pemenang pertama untuk kategori ekstrem di lomba tersebut. Sejak itu, saya punya kepercayaan diri untuk mengikuti lomba. “Dari 15 kejuaraan lomba yang saya raih, 8 kejuaraan merupakan kejuaraan berskala nasional. Terakhir saya meraih kejuaraan nasional di Honda Otocontest 2011 yang diselenggarakan pada tanggal 4-5 Juni 2011 di Malioboro Mall Yogyakarta untuk kategori The Superb Jap’s Style” katanya.
Pria yang motor modifikasinya beberapa kali masuk menjadi cover depan media otomotif nasional ini mengaku mempunyai strategi sendiri setiap mengikuti lomba modifikasi. Pilihannya untuk memodifikasi motor-motor lawas ini bukan tanpa alasan. “Kalau saya memodifikasi motor-motor baru, banyak orang sudah tahu mesinnya dan banyak saingannya. Lagi pula komponenya selalu baru. Jika tidak kuat di modal, kita akan kalah. Memodifikasi motor baru itu sarat modal, namun jika motor lawas itu sarat seni dan kreasi” katanya.
Hal terindah dari pengalaman saya terjun dalam modifkasi motor ini adalah saat nama dan motor saya dipanggil ke Panggung. Ada satu kejuaraan yang saya ingat sangat berkesan yaitu Kejuaraan Modifikasi Motor Djarum Blak Motidify yang diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat. Waktu itu motor saya memenangkan juara pertama untuk kategori The Best Stunning Chooper.
“Saya berkreasi dengan mesin motor CB 175 yang langka yang saya beri nama CB 175 Chopper Rock Roll. Meski setelah lomba ada orang yang menawar tinggi motor itu, tetap saya tidak jual. Saya masih saying dengan motor ini” katanya.
Kejuaraan ini, lanjutnya, diikuti oleh peserta dari seluruh Indonesia dengan motor modifikasi yang bagus-bagus. Tapi saya mampu mengambil celah di kelas ekstrem. Beruntungnya di event akbar tersebut, saingan saya dari kota lain keder dengan motor modifikasi saya. Mereka bertanya-tanya ini mesin motor apa. Karena hampir pasti saya juara, maka dengan bangganya saya keliling arena.
Dan saat nama dan motor saya dipanggil ke panggung, saya senang sekali. Nama saya dan kota asal saya disebut di antara ratusan modifikator nasional. Nama Banjarnegara seperti terselip muncul diantara himpitan modifikator dari kota-kota besar.
“Untuk kelas modifikasi ekstrem…pemenangnya adalah Heri Sutrimo dari Banjarnegara, Jawa Tengah….Ingat saat seperti itu, saya selalu bangga. Itu penghargaan tertinggi bagi saya dalam menggeluti modifikasi motor ini. Saya bangga karena saya menjadi seseorang yang membawa nama harum Banjarnegara di arena nasional seperti itu…” katanya mengisahkan saat membanggakan tersebut. (**--ebr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar