Nama lengkapnya sebenarnya Heri Sutrimo (37 th), pria beranak dua asli Kampung
Rejasa, kelurahan Rejasa, kecamatan Madukara. Tapi karena hampir seluruh
badanya dipenuhi Tatto akhirnya rekan-rekanya menujulukinya Heri Tatto. Julukan
ini justru kemudian lebih popular sebagai nama professionalnya saat menekuni
pekerjaan airbrush yang ditekuninya hingga kini.
“Saya mulai belajar
airbrush secara otodidak sejak kelas 2 SMA. Kira-kira tahun 1994” kata Heri,
Rabu (06/06), mengisahkan awal mula menekuni airbrush.
Waktu itu,
sambungnya, di Banjarnegara hanya ada satu tukang airbrush di Lempong,
Krandegan. Dalam pandangan saya, keterampilan airbrush sangat menarik dan luar
biasa sehingga mendorong saya pengin bisa. Setiap hari saya maen ke sana dan
mengamati sejak awal bagaimana proses pengerjaannya. “Selalu saja saya heran,
kemarin motor baru dicat tahu-tahu esoknya sudah digambari dengan gambar-gambar
yang sangat menarik. Ini bagaimana caranya” katanya.
Saya pikir,
kalau terus hanya mengamati kapan bisanya. Saya harus nekad memulai bila ingin
bisa. Apalagi waktu itu saya telah menikah muda dan belum punya pekerjaan
tetap. “Maka dengan modal kalung dan gelang milik istri yang saya gadaikan,
saya membeli peralatan air brush. Sementara untuk kompresor, saya masih pinjam
milik teman” katanya.
Pelanggan
pertamanya datang dari Gunung Giana, Madukara, yang mengecatkan Mobilnya.
Perlahan dari promosi getok tular antar teman dan pelanggan yang dilayaninya, usaha
yang berawal dari upaya nekadnya tersebut mulai berkembang dan berjalan dengan
baik.
Awal Mula Menekuni Modifikasi
Motor
Pada sekitar
tahun 2005-an, kata Heri, Ia kedatangan pelanggan yang masih satu desa
dengannya yaitu dari dusun Legok. Ia habis membeli motor Honda Astrea 800 lawas
dan minta dicat ulang agar penampilannya menarik. Kebetulan saat itu, Ia tengah
getol-getolnya membaca majalah motor luar negeri hadiah dari pamannya. “Majalah
luar negeri tersebut, berisi banyak gambar motor-motor modifikasi ekstrem. Nah,
saya tertarik untuk mencoba membuatnya, namun dengan gaya saya” katanya.
Waktu pemilik
motor saya tawari bagaimana jika motornya saya ubah menjadi bergaya ekstrem
tidak hanya mengecat saja. “Tak disangka, ternyata pelanggan menyetujui. Maka
modifikasi itu menjadi motor modifikasi yang pertama saya buat” katanya.
Sedangkan yang
saya maksud dengan gaya saya, sambungnya, adalah saya meniru model ekstrem di
majalah namun tidak persis sama. Saya gabungkan sejumlah model ke dalam kreasi
saya. Kadang masih tambahi dengan kreasi sendiri yang muncul saat
mengerjakannya. Baik karena muncul ide untuk membuat model sendiri, menyesuaikan
dengan model kendaraan yang saya garap, maupun menyesuaikan dengan ketersediaan
bahan.
“Untuk kreasi
ini ide dan bahan bisa datang dari mana saja. Dari mengelupas shocbreker,
memlintir jeruji, menggunaan piringan sepeda, lampu sepeda, membuat tangki bahan
bakar sendiri, menggunakan ban motor yang lebih besar, membuat stang tinggi,
dan seterusnya” katanya.
Akhirnya motor
modifikasi pertama saya itu jadi. Namun karena ada yang suka, oleh pemiliknya
motor itu dijual lagi dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sebagai pembuatnya,
kata Heri, saya juga bangga karena ternyata ada orang yang menghargai lebih
kreasi saya. “Sejak itu, saya mulai ketagihan untuk memodifikasi motor ekstrem.
Saya minta orang tua untuk membelikan motor lawas, saya bongkar, lalu saya modifikasi
sendiri” katanya.
Bawa Nama Harum Banjarnegara
Awal mula saya
ikut kejuaraan pada sekitar tahun 2007-an. Itupun lebih karena tidak sengaja
dan bukan karena kemauan saya sendiri. Saat itu ada kejuaraan modifikasi di
Purwokerto. Kebetulan waktu itu saya lagi punya motor modifikasi sendiri yang
saya buat dari motor jenis Honda Astrea 800. Melihat adanya peluang,
teman-teman mendorong saya untuk ikut. Kata teman-teman motor saya layak lomba
dan lagian ada lomba untuk kategori ekstrem.
“Terus terang
waktu itu saya tidak Percaya diri. Ing ngatase saya yang dari kampung dan hanya
belajar modifikasi sendiri kok mau ikut lomba. Namum teman memaksa terus, jadi
motornya saya ikhlaskan untuk ikut, namun saya tetap di rumah. Yang ikut lomba
teman saya tapi atas nama saya” katanya.
Tak disangka,
motor saya keluar jadi pemenang pertama untuk kategori ekstrem di lomba
tersebut. Sejak itu, saya punya kepercayaan diri untuk mengikuti lomba. “Dari
15 kejuaraan lomba yang saya raih, 8 kejuaraan merupakan kejuaraan berskala
nasional. Terakhir saya meraih kejuaraan nasional di Honda Otocontest 2011 yang
diselenggarakan pada tanggal 4-5 Juni 2011 di Malioboro Mall Yogyakarta untuk
kategori The Superb Jap’s Style” katanya.
Pria yang
motor modifikasinya beberapa kali masuk menjadi cover depan media otomotif
nasional ini mengaku mempunyai strategi sendiri setiap mengikuti lomba
modifikasi. Pilihannya untuk memodifikasi motor-motor lawas ini bukan tanpa
alasan. “Kalau saya memodifikasi motor-motor baru, banyak orang sudah tahu
mesinnya dan banyak saingannya. Lagi pula komponenya selalu baru. Jika tidak
kuat di modal, kita akan kalah. Memodifikasi motor baru itu sarat modal, namun
jika motor lawas itu sarat seni dan kreasi” katanya.
Hal terindah
dari pengalaman saya terjun dalam modifkasi motor ini adalah saat nama dan
motor saya dipanggil ke Panggung. Ada satu kejuaraan yang saya ingat sangat
berkesan yaitu Kejuaraan Modifikasi Motor Djarum Blak Motidify yang
diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat. Waktu itu motor saya memenangkan juara
pertama untuk kategori The Best Stunning Chooper.
“Saya
berkreasi dengan mesin motor CB 175 yang langka yang saya beri nama CB 175
Chopper Rock Roll. Meski setelah lomba ada orang yang menawar tinggi motor itu,
tetap saya tidak jual. Saya masih saying dengan motor ini” katanya.
Kejuaraan ini,
lanjutnya, diikuti oleh peserta dari seluruh Indonesia dengan motor modifikasi
yang bagus-bagus. Tapi saya mampu mengambil celah di kelas ekstrem.
Beruntungnya di event akbar tersebut, saingan saya dari kota lain keder dengan
motor modifikasi saya. Mereka bertanya-tanya ini mesin motor apa. Karena hampir
pasti saya juara, maka dengan bangganya saya keliling arena.
Dan saat nama
dan motor saya dipanggil ke panggung, saya senang sekali. Nama saya dan kota
asal saya disebut di antara ratusan modifikator nasional. Nama Banjarnegara
seperti terselip muncul diantara himpitan modifikator dari kota-kota besar.
“Untuk kelas
modifikasi ekstrem…pemenangnya adalah Heri Sutrimo dari Banjarnegara, Jawa
Tengah….Ingat saat seperti itu, saya selalu bangga. Itu penghargaan tertinggi
bagi saya dalam menggeluti modifikasi motor ini. Saya bangga karena saya
menjadi seseorang yang membawa nama harum Banjarnegara di arena nasional
seperti itu…” katanya mengisahkan saat membanggakan tersebut. (**--ebr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar